Sabtu, 07 April 2018

Makalah Konflik Sosial


BAB I
PENDAHULUAN
1.1              Latar Belakang
            Sejak bangsa Indonesia merdeka lebih dari 60 tahun yang lalu ternyata belum mampu menyatukan cita-cita konstitusi. Amanat konstitusi negara Pasal 1 ayat 1: “Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik,” Kita semua menyadari bahwa Indonesia merupakan negara yang besar dengan berbagai keragaman, baik suku bangsa, budaya, ras, agama, maupun adat istiadatnya.
            Sejarah yang paling penting kita teladani adalah perjuangan bangsa Indonesia untuk meraih kemerdekaan. Tanpa adanya persatuan, tidak mungkin kemerdekaan itu tercapai. Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 misalnya, menjadi pelajaran sejarah yang sangat berharga bagi kita karena hanya dengan persatuan atau integrasi nasional suatu cita-cita dapat tercapai.
            Jika kita memerhatikan perjalanan hidup bangsa dewasa ini, perasaan sedih terbayang di hati. Berbagai kasus disintegrasi bangsa, sara, bahkan kasus tawuran antarwarga, antarpelajar, antarmahasiswa, antarkelas sosial, dan konflik antarkelompok lainnya. Padahal jika perbedaan disikapi dengan akal sehat, maka konflik itu dapat dihindari dan integrasi bangsa akan berdiri kokoh.
1.2              Perumusan Masalah
1.2.1        Apa yang dimaksud dengan konflik?
1.2.2        Apa sebab-sebab terjadinya konflik?
1.2.3        Apa saja bentuk-bentuk konflik?
1.2.4        Apa saja akibat dari konflik?
1.2.5        Bagaimana cara memecahkan konflik?
1.2.6        Bagaimana hubungan proses disosiatif, konflik, dan kekerasan?
1.3              Tujuan
1.3.1        Untuk mengetahui pengertian dari konflik
1.3.2        Untuk mengetahui sebab-sebab terjadinya konflik
1.3.3        Untuk mengetahui apa saja bentuk-bentuk dari konflik
1.3.4        Untuk mengetahui akibat-akibat dari konflik
1.3.5        Untuk mengetahui bagaimana cara-cara pemecahan konflik
1.3.6        Untuk mengetahui hubungan antara proses disosiatif, konflik, dan
      kekerasan
1.4              Manfaat Penulisan
1.4.1        Agar mengetahui pengertian dari konflik
1.4.2        Agar mengetahui sebab-sebab terjadinya konflik
1.4.3        Agar mengetahui bentuk-bentuk dari konflik
1.4.4        Agar mengetahui akibat-akibat dari konflik
1.4.5        Agar mengetahui bagaimana cara pemecahan konflik
1.4.6        Agar mengetahui hubungan antara proses disosiatif, konflik, dan
      kekerasan














BAB II
KONFLIK SOSIAL
2.1              Pengertian Konflik
            Kata konflik berasal dari bahasa latin configure, yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik dapat diartikan sebagai suatu proses sosial ketika 2 orang atau sekelompok orang berusaha menyingkirkan pihak lain dengan cara menghancurkan atau membuatnya tidak berdaya.
            Ada beberapa pendapat sosiolog mengenai definisi konflik, yaitu:
a.       Menurut Robert M. Z. Lawang, konflik adalah perjuangan untuk memperoleh hal-hal yang langka, seperti status, nilai, kekuasaan, dan sebgainya. Tujuan mereka berkonflik tidak hanya untuk memperoleh keuntungan, tetapi juga untuk menaklukkan pesaingnnya.
b.      Menurut Berstein, konflik merupakan suatu pertentangan, perbedaan yang tidak dapat dicegah. Konflik mempunyai potensi yang memberikan pengaruh positif dan ada pula yang negatif di dalam interaksi manusia.
c.       Menurut James W. Van Der Zaden, konflik diartikan sebagai suatu pertentangan mengenai nilai atau tuntutan hak atas kekayaan, kekuasaan, status, atau wilayah tempat pihak yang saling berhadapan bertujuan untuk menetralkan, merugikan, ataupun menyisihkan lawan mereka.
d.      Menurut Soerjono Soekanto, konflik adalah suatu proses sosial dimana orang perorangan atau kelompok manusia berusaha untuk memenuhi tujuan dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan anacaman dan kekerasan.
2.2              Sebab-sebab Terjadinya Konflik
            Leopold von Weise dan Howard Becker, seperti yang dikutip oleh Soerjono Soekanto dalam bukunya sosilogi suatu pengantar,  dinyatakan bahwa secara umum yang menyebabkan terjadinya konflik, anatara lain:
a.       Perbedaan kebudayaan
Adanya perbedaan kepribadian yang disebabkan oleh perbedaan latar belakang kebudayaan dapat menyebabkan pertentangan antarkelompok. Misalnya, pertentangan yang terjadi antara satu suku dan suku lain.


b.      Perbedaan antarindividu
Adanya perbedaan pendirian antara individu yang satu dan yang lain dapat menyebabkan munculnya konflik diantara mereka. Misalnya, perbedaan pilihan partai politik.
c.       Perubahan sosial
Perubahan-perubahan sosial yang begitu cepat dalam masyarakat dapat menimbulkan perubahan nilai-nilai dan menyebabkan antarmasyarakat berbeda pendiriannya. Perbedaan-perbedaan ini menyebabkan terjadinya perpecahan sosial (disorganisasi sosial) dalam masyarakat.
d.      Perbedaan kepentingan antarindividu
Adanya perbedaan kepentingan antarindividu dapat menyebabkan munculnya persaingan yang menjurus pada perpecahan (konflik). Misalnya, kepentingan dalam kegiatan ekonomi, politik, sosial, dan sebagainya.
Menurut Soekanto sebab-sebab terjadinya konflik.
1)      Perbedaan antara individu karena perasaan, pendirian, dan pendapat.
2)      Bentrokan kepentingan baik ekonomi maupun politik.
3)      Perubahan sosial dalam masyarakat yang dapat mengubah nilai sosial, sehingga menimbulkan perbedaan pendirian.
2.3              Bentuk-bentuk Konflik
            Soerjono Soekanto menyatakan bahwa beberapa bentuk konflik yang sedang terjadi dalam masyarakat, antara lain:
a.       Konflik pribadi
Konflik pribadi adalah konflik antara 2 orang dan berusaha saling memperebutkan kepentingan yang sama. Misalnya, pertentangan antara 2 orang pemuda yang memperebutka seorang gadis pujaannya.
b.      Konflik kelas sosial
Konflik kelas sosial adalah konflik yang terjadi antara kelas-kelas sosial dalam masyarakat karena adanya perbedaan kepentingan. Kepentingan-kepentingan tersebut dapat berupa kepentingan ekonomi, politik, atau kepentingan sosial, sehingga menimbulkan benturan kepentingan antarkelas sosial. Misalnya, konflik antara buruh pabrik dan pihak manajemen menuntut perbaikan kesejahteraan.
c.       Konflik rasial
Konflik rasial adalah konflik yang terjadi dalam masyarakat dengan melibatkan beberapa suku bangsa. Pertentangan rasial bukan semata-mata karena perbedaan ciri-ciri badaniah, melainkan adanya bentrokan kepentingan sosial antarras. Lebih-lebih jika salah satu diantara mereka menonjolkan kepentingan rasnya. Misalnya konflik antara suku Madura dan suku Dayak di Kalimantan beberapa waktu lalu, konflik antara suku Aborigin di Australia dan para pendatang kulit putih dan sebagainya.
d.      Konflik politik
Konflik politik adalah konflik yang menyangkut beberapa golongan sosial dalam masyarakat. Konflik ini mnyangkut beberapa kelompok yang memiliki persamaan kepentingan dalam bidang politik. Misalnya, pertentangan para pendukung partai politik tertentu.
e.       Konflik internasional
Konflik internasional adalah konflik yang terjadi antara 2 atau beberapa negara karena terdapat perbedaan kepentingan diantara negara-negara tersebut. Misalnya, konflik antara Amerika Serikat dan Irak.
Selain kelima macam bentuk konflik tersebut, juga terdapat empat macam sifat-sifat konflik:
a)      Konflik yang bersifat individual (antarindividu),
b)      Konflik yang bersifat antarindividu, dan
c)      Konflik yang bersifat antarkelompok.
2.4              Akibat-akibat dari Konflik
            Beberapa akibat dari adanya onflik, menurut Soerjono Soekanto antara lain:
a.       Bertambah kuatnya rasa solidaritas antara sesama anggota kelompok yang bertikai.
b.      Hancurnya/ retaknya kesatuan kelompok.
c.       Adanya perubahan kepribadian seorang individu.
d.      Hancurnya harta benda dan jatuh korban manusia
Selain beberapa akibat di atas, ternyata konflik tidak selamanya mengakibatkan kerugian (destruktif) bagi pihak-pihak yang berkonflik karena ada beberapa konflik yang justru menguntungkan (konstruktif). Berikut beberapa akibat konflik yang destruktif dan konstruktif.
a.       Konflik destruktif
Akibat konflik yang bersifat destruktif akan merugikan berbagai pihak yang sedang berkonflik. Beberapa bentuk kerugian akibat konflik tersebut, diantaranya:
1)      Perasaan cemas/ tegang (stress) yang tidak perlu.
2)      Adanya perubahan kepribadian seorang individu.
3)      Hancurnya harta benda dan jatuh korban manusia.
4)      Komunikasi yang berkurang.
5)      Munculnya persaingan yang tidak sehat.
6)      Ledakkan konflik yang hebat sampai muncul tindakan ancaman atau kekerasan.
7)      Hancurnya kesatuan kelompok, sehingga perhatian terhadap tujuan kelompok semakin berkurang.
b.      Konflik konstruktif
Konflik konstruktif akan menimbulkan keuntungan bagi pihak-pihak yang berkonflik, antara lain:
1)      Bertambah kuatnya rasa solidaritas antara sesama anggota kelompok yang bertikai.
2)      Meningkatnya inisiatif dan kreatifitas individu atau kelompok karena mereka akan berusaha untuk menyesuaikan terhadap hal-hal yang baru.
3)      Intensitas usaha semakin meningkat, persaan apatis teratasi, individu atau kelompok yang terlibat akan bekerja lebih keras.
4)      Surutnya ketegangan pribadi dan jika hal tersebut tidak terjadi, justru akan menimbulkan stress.


2.5              Cara-cara Pemecahan Konflik
            Upaya-upaya yang dilakukan manusia untuk meredakan atau mengurangi konflik dan mencapai suatu bentuk kestabilan dinamakan akomodasi. Selanjutnya, pihak-pihak yang bertikai akan mengurangi tuntutannya dengan cara melakukan kerja sama.
            Berbagai bentuk akomodasi antara lain:
a.       Gencatan senjata
Gencatan senjata adalah penangguhan permusuhan/ peperangan untuk jangka waktu tertentu sambil menguapayakan terselenggaranya upaya-upaya penyelesaian konflik diantara pihak-pihak yang bertikai. Misalnya, konflik antara gerakan separatis GAM dan pemerintah Republik Indonesia.
b.      Arbitrase
Arbitrase adalah penyelesaian konflik melalui pihak ketiga yang dipilih oleh kedua belah pihak yang bertikai dalam suatu perundingan, agar diperoleh persetujuan bersama. Misalnya, penyelesaian konflik antara Indonesia dan Timor Leste yang diprakarsai PBB.
c.       Konsilisasi
Konsilisasi adalah usaha untuk mempertemukan keinginan pihak-pihak yang bertikai sampai tercapainya persetujuan bersama. Misalnya, konflik antara karyawa PT. Dirgantara Indonesia dan pihak manajemen yang menuntut uang pesangon dengan perantara Depnakertrans.
d.      Stalemate
Stalemate adalah suatu keadaan ketika kedua belah pihak yang bertikai memiliki kekuatan yang seimbang, kemudian berhenti pada 1 titik untuk tidak saling menyerang. Keadaan ini tidak memungkinkan bagi keduanya untuk maju atau mundur. Misalnya, perang dingin (cold war) antara Amerika Serikat dan Uni Soviet.
e.       Adjudikasi
Adjudikasi adalah menyelesaikan perkara melalui lembaga peradilan. Misalnya, pengadilan terhadap pengedar narkoba.
f.       Segregasi
Segregasi adalah upaya untuk saling memisahkan diri dan saling menghindar diantara pihak-pihak yang bertikai dalam rangka mengurangi ketegangan dan menghilangkan konflik.
g.      Mediasi
Mediasi adalah penyelesaian suatu konflik dengan mengundang pihak ketiga sebagai pihak netral, yang berfungsi sebagai penasihat. Misalnya, pembebasan sandera Fery Santoro dari GAM yang dimediatori oleh PMI.
h.      Coercion
Coercion adalah penyelesaian suatu konflik melalui proses yang dipaksakan.
i.        Toleransi
Toleransi adalah sikap saling menghargai dan menghormati pendirian masing-masing pihak.
j.        Konversi
Konversi adalah salah satu pihak bersedia mengalah atau mau menerima pendirian pihak lain.
k.      Kompromi
Kompromi adalah kedua belah pihak yang bertikai saling mengalah. Mereka saling memberi dan menerima kebijakan tertentu atas dasar suka sama suka.
           
            Cara-cara yang lain guna mengatasi konflik, diantaranya:
a.       Elimination
Elimination adalah salah satu pihak yang bertikay mengundurkan diri dari dalam konflik dengan cara mengungkapkan perasaan hatinya, antara lain kami mengalah, kami keluar, dan kami menyerah.
b.      Subjugation atau domination
Subjugation atau domination adalah pihak-pihak yang mempunyai kekuatan terbesar menguasai atau memaksa pihak lain untuk menaatinya.
c.       Majority rule
Majority rule adalah suara terbanyak yang ditentukan melalui votinguntuk mengambil keputusan tanpa mempertimbangkan alasannya.
d.      Minority consent
Minority consent adalah kemenangan kelompok mayoritas yang diterima dengan senang hati oleh kelompok minoritas. Kelompok ini tidak merasa dikalahkan dan sepakat untuk melakukan kerja sama dengan kelompok mayoritas.
e.       Kompromi
Kompromi adalah kelompok-kelompok yang bertikai mengambil jalan tengah untuk penyelesaiannya.
f.       Integrasi
Integrasi adalah menelaah, mendiskusikan, dan mempetimbangkan kembali pendapat-pendapat sampai diperoleh suatu keputusan yang memaksa bagi semua pihak.
2.6              Proses Disosiatif, Konflik, dan Kekerasan
1.      Proses Disosiatif
Proses disosiatif sering dinamakan proses oposisi (oppositional process). Setiap masyaraka mempunyai berbagai macam perbedaan dalam menkankan bentuk kerja sama ataupun bentuk oposisi, yaitu bergantung dari unsur-unsur kebudayaannya. Misalnya, masyarakat Amerika Serikat lebih menekankan pada bentuk kompetitif. Sebaliknya, masyarakat Indonesia lebih mengembangkan kerja sama (cooperative) dalam berbagai proses sosial.
Menurut Soerjono Soekanto proses-proses disosiatif dibedakan dalam 3 bentuk, yaitu:
a.       Persaingan
Persaingan adalah proses perjuangan orang perseorangan atau kelompok sosial tertentu untuk memperoleh kemenangan secara kompetitif, tanpa menimbulkan ancaman atau benturan fisik dipihak lawannya. Persaingan mempunyai 2 tipe, yaitu:
1)      Persaingan pribadi, yaitu persaingan yang bersifat pribadi. Misalnya, persaingan dalam memperoleh kedudukan dalam masyarakat.
2)      Persaingan kelompok, yaitu persaingan yang terjadi antara 2 kelompok sosial dalam masyarakat. Misalnya, 2 kelompok dagang yang memperebutka konsumen.
2 tipe tersebut menghasilkan beberapa bentuk persaingan, antara lain:
a)      Persaingan dibidang ekonomi,
b)      Persaingan dalam bidang kebudayaan,
c)      Persaingan kedudukan dan peranan, dan
d)     Persaingan ras.
Oleh karena itu, persaingan mempunyai fungsi yang dinamis.
1)      Menyalurkan daya kratifitas.
2)      Menyalurkan daya juang yang bersifat kompetitif.
3)      Memberikan rangsangan (stimulus) dinamis untuk berprestasi secara optimal.
4)      Untuk menyeleksi penempatan status dan role (kedudukan) seseorang dalam hierarki struktur sosial masyarakat.
5)      Untuk menghasilkan spesialisasi keahlian yang menghasilkan sistem pembagian kerja yang efektif.
Persaingan mempunyai ruang lingkup sebagai berikut.
1)      Bidang sosial ekonomi, seperti produksi, distribusi, dan konsumsi barang atau jasa.
2)      Bidang sosial budaya, seperti bidang kesenian dan olah raga.
3)      Bidang sosial politik, seperti LSM, organisasi masyarakat, organisasi politik, dan orgnisasi pemerintahan.
4)      Bidang keagamaan, seperti sempalan (sekte) yang berlainan paham agamanya.
Hasil akhir dari adanya persaingan adalah sebagai berikut ini.
1)      Terjadinya perubahan sikap dan kepribadian yang semakin dewasa.
2)      Munculnya daya juang yang progresif dan dinamis.
3)      Timbulnya rasa percaya diri yang kuat.
4)      Semakin kuatnya rasa solidaritas dan kebanggaan terhadap kelompoknya.
b.      Kontravensi (contravention)
Kontravensi adalah suatu bentuk proses sosial yang berada diantara persaingan dengan konflik. Kontravensi ditandai dengan adanya ketidakpastian mengenai seseorang, perasaan tidak suka yang disembunyikan, serta munculnya kebencian dan keraguan. Sikap-sikap tersebut tidak sampai menjadi konflik.
Bentuk-bentuk kontravensi.
1)      Kontravensi umum, meliputi perbuatan-perbuatan seperti penolakan, keengganan, perlawanan, perbuatan menghalang-halangi, protes, gangguan-gangguan, kekerasan, dan pengacauan rencana pihak lain.
2)      Kontravensi sederhana, seperti menyangkal pernyataan orang lain ditempat umum, memaki-maki orang lain lewat selebaran, mencerca, memfitnah, dan melempar beban pembuktian kepada pihak lain.
3)      Kontravensi intensif, seperti penghasutan, penyebaran desas-desus, dan mengecewakan pihak lain.
4)      Kontravensi rahasia, seperti pengkhianatan dan mengumumkan rahasia pihak lain.
5)      Kontravensi taktis, seperti mengejutkan lawan, mengganggu, atau membingungkan pihak lain.
Beberapa tipe kontravensi.
1)      Kontravensi generasi masyarakat.
2)      Kontravensi jenis kelamin (seksual).
3)      Kontravensi parlementer.
Tipe-tipe khusus kontravensi
1)      Kontravensi antara komunitas yang berlainan.
2)      Kontravensi antara golongan-golongan dalam komunitas.
c.       Pertentangan
Pertentangan akan muncul karena adanya perbedaan paham dan kepentingan yang sangat mendasar sehingga menimbulkan kesenjangan berinteraksi sosial diantara orang-orang yang bertikai. Upaya menghilangkan kesenjangan dilakukan dengan cara-cara yang tidak wajar, inkonstitusional sehingga mengarah pada benturan fisik dan kepentingan yang saling menjatuhkan. Konflik ini bisa berawal dari adanya persaingan yang tidak harmonis sehingga menimbulkan munculnya kontravensi. Apabila kontravensi ini tidak terselesaikan dengan baik maka akan memunculkan adanya pertentangan.
2.      Konflik dan kekerasan
Konflik adalah suatu proses yang terjadi jika individu atau kelompok berusaha mencapai tujuan dengan menentang pihak lawan, yang disertai ancaman. Adapun kekerasan adalah keadaan yang membuat salah satu pihak merintangi atau menjadi penghalang bagi individu atau kelompok dalam melakukan kegiatan tertentu. Jadi dapat disimpulkan bahwa kekerasan lebih merupakan alat dari konflik untuk mencapai tujuan sehingga kekerasan merupakan proses akhir dari konflik.
Misalnya, konflik Amerika Serikat dengan Irak. Irak dibawah pimpinan Saddam Hussein merasa mempunyai hak untuk menentukan kebijakan politiknya tanpa campur tangan pihak lain.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kekerasan sering terjadi dalam masyarakat.
a.       Adanya prasangka buruk kepada pihak lain.
b.      Individu kurang dapat mengendalikan emosi.
c.       Adanya masalah tertentu yang dapat melahirkan suatu permusuhan.
d.      Persaingan yang sangat tajam sehingga kontrol sosial kurang berfungsi.
e.       Dorongan kemauan untuk memperoleh prestasi.
Menurut N. J. Smelser, ada 5 tahapan dalam sebuah kekerasan. Kelima tahapan tesebut berlangsung secara berurutan dan tidak dapat terjadi pada 1 atau 2 tahapan saja. Kelima tahapan tersebut adalah sebagai berikut ini.
a.       Situasi sosial yang memungkinkan timbulnya kerusuhan yang disebabkan oleh struktur sosial tertentu, seperti tidak adanya sistem tanggung jawab yang jelas dalam masyarakat, tidak adanya saluran komunikasi untuk mengungkapkan ketidakpuasan.
b.      Tekanan sosial, yaitu suatu kondisi dimana sejumlah besar anggota masyarakat merasa banwa banyak nilai dan norma yang sudah dilanggar. Namun, tekanan sosial seperti ini tidak cukup untuk menimbulkan kerususuhan. Hal ini hanya dapat mendorong kemungkinan terjadnya kekerasan.
c.       Berkembangnya perasaan kebencian yang meluas tergantung pada suatu sasaran tertentu, misalnya terhadap pemerintah kelompok rasa tau kelompok agama tertentu. Sasaran kebencian ini berkaitan dengan faktor pencetus, yaitu peristiwa tertentu yang mengawali atau memicu sesuatu kerusuhan, seperti sindiran dan kata-kata kasar.
d.      Tahap berikutnya adalah mobilisasi untuk bereaksi, yaitu tindakan nyata dan mengorganisasikan diri untuk bertindak. Tahap ini merupakan tahap akhir dari akumulasi yang memungkinkan pecahnya kekerasan. Sasaran aksi ini dapat ditujukan pada objek yang langsung memicu kekerasan atau pada objek lain yang tidak ada hubungannya dengan pihak lawan, seperti pemerintah dan polisi.
e.       Kontrol sosial, yaitu tindakan pihak ketiga seperti aparat keamanan untuk mengendalikan, menghambat, dan mengakhiri kekerasan atau kerusuhan.











BAB III
PENUTUP
3.1              Kesimpulan
3.1.1                    Kata konflik berasal dari bahasa latin configure, yang berarti saling memukul.
3.1.2                    Sebab-sebab Terjadinya Konflik
v  Perbedaan kebudayaan
v  Perbedaan antarindividu
v  Perubahan sosial
v  Perbedaan kepentingan antarindividu
3.1.3                    Bentuk-bentuk Konflik
         Soerjono Soekanto menyatakan bahwa beberapa bentuk konflik yang sedang terjadi dalam masyarakat, antara lain:
v  Konflik pribadi
v  Konflik kelas sosial
v  Konflik rasial
v  Konflik politik
v  Konflik internasional
         Selain kelima macam bentuk konflik tersebut, juga terdapat empat macam sifat-sifat konflik:
Ø  Konflik yang bersifat individual (antarindividu),
Ø  Konflik yang bersifat antarindividu, dan
Ø  Konflik yang bersifat antarkelompok.
3.1.4                    Akibat-akibat dari Konflik
           Beberapa akibat dari adanya onflik, menurut Soerjono Soekanto.
v  Bertambah kuatnya rasa solidaritas antara sesama anggota kelompok yang bertikai.
v  Hancurnya/ retaknya kesatuan kelompok.
v  Adanya perubahan kepribadian seorang individu.
v  Hancurnya harta benda dan jatuh korban manusia
3.1.5                    Cara-cara Pemecahan Konflik
         Upaya-upaya yang dilakukan manusia untuk meredakan atau mengurangi konflik dan mencapai suatu bentuk kestabilan dinamakan akomodasi. Selanjutnya, pihak-pihak yang bertikai akan mengurangi tuntutannya dengan cara melakukan kerja sama.
v  Berbagai bentuk akomodasi antara lain:
Ø  Gencatan senjata
Ø  Arbitrase
Ø  Konsilisasi
Ø  Stalemate
Ø  Adjudikasi
Ø  Segregasi
Ø  Mediasi
Ø  Coercion
Ø  Toleransi
Ø  Konversi
Ø  Kompromi
3.1.6                    Hubungan Proses Disosiatif, Konflik, dan Kekerasan
v  Proses Disosiatif
           Menurut Soerjono Soekanto proses-proses disosiatif dibedakan dalam 3 bentuk, yaitu:
Ø  Persaingan
Persaingan mempunyai 2 tipe, yaitu:
ü  Persaingan pribadi
ü  Persaingan kelompok

Ø  Kontravensi (contravention)
Bentuk-bentuk kontravensi.
ü  Kontravensi umum
ü  Kontravensi sederhana
ü  Kontravensi intensif
ü  Kontravensi rahasia
ü  Kontravensi taktis
Beberapa tipe kontravensi.
ü  Kontravensi generasi masyarakat.
ü  Kontravensi jenis kelamin (seksual).
ü  Kontravensi parlementer.
Tipe-tipe khusus kontravensi
ü  Kontravensi antara komunitas yang berlainan.
ü  Kontravensi antara golongan-golongan dalam komunitas.
Ø  Pertentangan
Pertentangan akan muncul karena adanya perbedaan paham dan kepentingan yang sangat mendasar sehingga menimbulkan kesenjangan berinteraksi sosial diantara orang-orang yang bertikai.
v  Konflik dan kekerasan
         Ada beberapa faktor yang menyebabkan kekerasan sering terjadi dalam masyarakat.
Ø  Adanya prasangka buruk kepada pihak lain.
Ø  Individu kurang dapat mengendalikan emosi.
Ø  Adanya masalah tertentu yang dapat melahirkan suatu permusuhan.
Ø  Persaingan yang sangat tajam sehingga kontrol sosial kurang berfungsi.
Ø  Dorongan kemauan untuk memperoleh prestasi.

3.2              Saran
            Oleh karena itu, kita sebagai makhluk sosial harus menghindari dan menjauhi konflik agar kehidupan bermasyarakat berjalan sesuai jalan-Nya serta menjaminnya kehidupan yang sejahtera, aman, dan tentram (kawan bukanlah lawan dan say no to social conflict).



































DAFTAR PUSTAKA
Wuryanti. Nuning. DKK. 2010. Pelajaran Sosiologi Untuk SMA/MA Kelas XI. Depok: CV. Arya
Duta