BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Sejak bangsa Indonesia merdeka lebih
dari 60 tahun yang lalu ternyata belum mampu menyatukan cita-cita konstitusi.
Amanat konstitusi negara Pasal 1 ayat 1: “Negara Indonesia adalah negara
kesatuan yang berbentuk republik,” Kita semua menyadari bahwa Indonesia
merupakan negara yang besar dengan berbagai keragaman, baik suku bangsa,
budaya, ras, agama, maupun adat istiadatnya.
Sejarah yang paling penting kita
teladani adalah perjuangan bangsa Indonesia untuk meraih kemerdekaan. Tanpa
adanya persatuan, tidak mungkin kemerdekaan itu tercapai. Sumpah Pemuda 28
Oktober 1928 misalnya, menjadi pelajaran sejarah yang sangat berharga bagi kita
karena hanya dengan persatuan atau integrasi nasional suatu cita-cita dapat
tercapai.
Jika kita memerhatikan perjalanan
hidup bangsa dewasa ini, perasaan sedih terbayang di hati. Berbagai kasus
disintegrasi bangsa, sara, bahkan kasus tawuran antarwarga, antarpelajar,
antarmahasiswa, antarkelas sosial, dan konflik antarkelompok lainnya. Padahal
jika perbedaan disikapi dengan akal sehat, maka konflik itu dapat dihindari dan
integrasi bangsa akan berdiri kokoh.
1.2
Perumusan
Masalah
1.2.1
Apa yang dimaksud dengan konflik?
1.2.2
Apa sebab-sebab terjadinya konflik?
1.2.3
Apa saja bentuk-bentuk konflik?
1.2.4
Apa saja akibat dari konflik?
1.2.5
Bagaimana cara memecahkan konflik?
1.2.6
Bagaimana hubungan proses disosiatif,
konflik, dan kekerasan?
1.3
Tujuan
1.3.1
Untuk mengetahui pengertian dari konflik
1.3.2
Untuk mengetahui sebab-sebab terjadinya
konflik
1.3.3
Untuk mengetahui apa saja bentuk-bentuk
dari konflik
1.3.4
Untuk mengetahui akibat-akibat dari
konflik
1.3.5
Untuk mengetahui bagaimana cara-cara
pemecahan konflik
1.3.6
Untuk mengetahui hubungan antara proses
disosiatif, konflik, dan
kekerasan
1.4
Manfaat
Penulisan
1.4.1
Agar mengetahui pengertian dari konflik
1.4.2
Agar mengetahui sebab-sebab terjadinya
konflik
1.4.3
Agar mengetahui bentuk-bentuk dari
konflik
1.4.4
Agar mengetahui akibat-akibat dari
konflik
1.4.5
Agar mengetahui bagaimana cara pemecahan
konflik
1.4.6
Agar mengetahui hubungan antara proses
disosiatif, konflik, dan
kekerasan
BAB
II
KONFLIK
SOSIAL
2.1
Pengertian
Konflik
Kata konflik berasal dari bahasa
latin configure, yang berarti saling
memukul. Secara sosiologis, konflik dapat diartikan sebagai suatu proses sosial
ketika 2 orang atau sekelompok orang berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
cara menghancurkan atau membuatnya tidak berdaya.
Ada beberapa pendapat sosiolog
mengenai definisi konflik, yaitu:
a.
Menurut Robert M. Z. Lawang, konflik
adalah perjuangan untuk memperoleh hal-hal yang langka, seperti status, nilai,
kekuasaan, dan sebgainya. Tujuan mereka berkonflik tidak hanya untuk memperoleh
keuntungan, tetapi juga untuk menaklukkan pesaingnnya.
b.
Menurut Berstein, konflik merupakan
suatu pertentangan, perbedaan yang tidak dapat dicegah. Konflik mempunyai
potensi yang memberikan pengaruh positif dan ada pula yang negatif di dalam interaksi
manusia.
c.
Menurut James W. Van Der Zaden, konflik
diartikan sebagai suatu pertentangan mengenai nilai atau tuntutan hak atas
kekayaan, kekuasaan, status, atau wilayah tempat pihak yang saling berhadapan
bertujuan untuk menetralkan, merugikan, ataupun menyisihkan lawan mereka.
d.
Menurut Soerjono Soekanto, konflik
adalah suatu proses sosial dimana orang perorangan atau kelompok manusia
berusaha untuk memenuhi tujuan dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai
dengan anacaman dan kekerasan.
2.2
Sebab-sebab
Terjadinya Konflik
Leopold von Weise dan Howard Becker,
seperti yang dikutip oleh Soerjono Soekanto dalam bukunya sosilogi suatu pengantar, dinyatakan bahwa secara umum yang menyebabkan
terjadinya konflik, anatara lain:
a.
Perbedaan kebudayaan
Adanya
perbedaan kepribadian yang disebabkan oleh perbedaan latar belakang kebudayaan
dapat menyebabkan pertentangan antarkelompok. Misalnya, pertentangan yang
terjadi antara satu suku dan suku lain.
b.
Perbedaan antarindividu
Adanya
perbedaan pendirian antara individu yang satu dan yang lain dapat menyebabkan
munculnya konflik diantara mereka. Misalnya, perbedaan pilihan partai politik.
c.
Perubahan sosial
Perubahan-perubahan
sosial yang begitu cepat dalam masyarakat dapat menimbulkan perubahan
nilai-nilai dan menyebabkan antarmasyarakat berbeda pendiriannya.
Perbedaan-perbedaan ini menyebabkan terjadinya perpecahan sosial (disorganisasi
sosial) dalam masyarakat.
d.
Perbedaan kepentingan antarindividu
Adanya
perbedaan kepentingan antarindividu dapat menyebabkan munculnya persaingan yang
menjurus pada perpecahan (konflik). Misalnya, kepentingan dalam kegiatan
ekonomi, politik, sosial, dan sebagainya.
Menurut
Soekanto sebab-sebab terjadinya konflik.
1)
Perbedaan antara individu karena
perasaan, pendirian, dan pendapat.
2)
Bentrokan kepentingan baik ekonomi
maupun politik.
3)
Perubahan sosial dalam masyarakat yang
dapat mengubah nilai sosial, sehingga menimbulkan perbedaan pendirian.
2.3
Bentuk-bentuk
Konflik
Soerjono Soekanto menyatakan bahwa
beberapa bentuk konflik yang sedang terjadi dalam masyarakat, antara lain:
a.
Konflik pribadi
Konflik
pribadi adalah konflik antara 2 orang dan berusaha saling memperebutkan
kepentingan yang sama. Misalnya, pertentangan antara 2 orang pemuda yang memperebutka
seorang gadis pujaannya.
b.
Konflik kelas sosial
Konflik
kelas sosial adalah konflik yang terjadi antara kelas-kelas sosial dalam
masyarakat karena adanya perbedaan kepentingan. Kepentingan-kepentingan
tersebut dapat berupa kepentingan ekonomi, politik, atau kepentingan sosial,
sehingga menimbulkan benturan kepentingan antarkelas sosial. Misalnya, konflik
antara buruh pabrik dan pihak manajemen menuntut perbaikan kesejahteraan.
c.
Konflik rasial
Konflik
rasial adalah konflik yang terjadi dalam masyarakat dengan melibatkan beberapa
suku bangsa. Pertentangan rasial bukan semata-mata karena perbedaan ciri-ciri
badaniah, melainkan adanya bentrokan kepentingan sosial antarras. Lebih-lebih
jika salah satu diantara mereka menonjolkan kepentingan rasnya. Misalnya
konflik antara suku Madura dan suku Dayak di Kalimantan beberapa waktu lalu,
konflik antara suku Aborigin di Australia dan para pendatang kulit putih dan
sebagainya.
d.
Konflik politik
Konflik
politik adalah konflik yang menyangkut beberapa golongan sosial dalam
masyarakat. Konflik ini mnyangkut beberapa kelompok yang memiliki persamaan
kepentingan dalam bidang politik. Misalnya, pertentangan para pendukung partai
politik tertentu.
e.
Konflik internasional
Konflik
internasional adalah konflik yang terjadi antara 2 atau beberapa negara karena
terdapat perbedaan kepentingan diantara negara-negara tersebut. Misalnya,
konflik antara Amerika Serikat dan Irak.
Selain
kelima macam bentuk konflik tersebut, juga terdapat empat macam sifat-sifat
konflik:
a)
Konflik yang bersifat individual
(antarindividu),
b)
Konflik yang bersifat antarindividu, dan
c)
Konflik yang bersifat antarkelompok.
2.4
Akibat-akibat
dari Konflik
Beberapa akibat dari adanya onflik,
menurut Soerjono Soekanto antara lain:
a.
Bertambah kuatnya rasa solidaritas antara
sesama anggota kelompok yang bertikai.
b.
Hancurnya/ retaknya kesatuan kelompok.
c.
Adanya perubahan kepribadian seorang
individu.
d.
Hancurnya harta benda dan jatuh korban
manusia
Selain
beberapa akibat di atas, ternyata konflik tidak selamanya mengakibatkan kerugian
(destruktif) bagi pihak-pihak yang berkonflik karena ada beberapa konflik yang
justru menguntungkan (konstruktif). Berikut beberapa akibat konflik yang
destruktif dan konstruktif.
a.
Konflik destruktif
Akibat
konflik yang bersifat destruktif akan merugikan berbagai pihak yang sedang
berkonflik. Beberapa bentuk kerugian akibat konflik tersebut, diantaranya:
1)
Perasaan cemas/ tegang (stress) yang
tidak perlu.
2)
Adanya perubahan kepribadian seorang
individu.
3)
Hancurnya harta benda dan jatuh korban
manusia.
4)
Komunikasi yang berkurang.
5)
Munculnya persaingan yang tidak sehat.
6)
Ledakkan konflik yang hebat sampai
muncul tindakan ancaman atau kekerasan.
7)
Hancurnya kesatuan kelompok, sehingga
perhatian terhadap tujuan kelompok semakin berkurang.
b.
Konflik konstruktif
Konflik
konstruktif akan menimbulkan keuntungan bagi pihak-pihak yang berkonflik,
antara lain:
1)
Bertambah kuatnya rasa solidaritas
antara sesama anggota kelompok yang bertikai.
2)
Meningkatnya inisiatif dan kreatifitas
individu atau kelompok karena mereka akan berusaha untuk menyesuaikan terhadap
hal-hal yang baru.
3)
Intensitas usaha semakin meningkat,
persaan apatis teratasi, individu atau kelompok yang terlibat akan bekerja
lebih keras.
4)
Surutnya ketegangan pribadi dan jika hal
tersebut tidak terjadi, justru akan menimbulkan stress.
2.5
Cara-cara
Pemecahan Konflik
Upaya-upaya yang dilakukan manusia
untuk meredakan atau mengurangi konflik dan mencapai suatu bentuk kestabilan
dinamakan akomodasi. Selanjutnya, pihak-pihak yang bertikai akan mengurangi
tuntutannya dengan cara melakukan kerja sama.
Berbagai bentuk akomodasi antara
lain:
a.
Gencatan senjata
Gencatan
senjata adalah penangguhan permusuhan/ peperangan untuk jangka waktu tertentu
sambil menguapayakan terselenggaranya upaya-upaya penyelesaian konflik diantara
pihak-pihak yang bertikai. Misalnya, konflik antara gerakan separatis GAM dan
pemerintah Republik Indonesia.
b.
Arbitrase
Arbitrase
adalah penyelesaian konflik melalui pihak ketiga yang dipilih oleh kedua belah
pihak yang bertikai dalam suatu perundingan, agar diperoleh persetujuan
bersama. Misalnya, penyelesaian konflik antara Indonesia dan Timor Leste yang
diprakarsai PBB.
c.
Konsilisasi
Konsilisasi
adalah usaha untuk mempertemukan keinginan pihak-pihak yang bertikai sampai
tercapainya persetujuan bersama. Misalnya, konflik antara karyawa PT.
Dirgantara Indonesia dan pihak manajemen yang menuntut uang pesangon dengan
perantara Depnakertrans.
d.
Stalemate
Stalemate
adalah suatu keadaan ketika kedua belah pihak yang bertikai memiliki kekuatan
yang seimbang, kemudian berhenti pada 1 titik untuk tidak saling menyerang.
Keadaan ini tidak memungkinkan bagi keduanya untuk maju atau mundur. Misalnya,
perang dingin (cold war) antara
Amerika Serikat dan Uni Soviet.
e.
Adjudikasi
Adjudikasi
adalah menyelesaikan perkara melalui lembaga peradilan. Misalnya, pengadilan
terhadap pengedar narkoba.
f.
Segregasi
Segregasi
adalah upaya untuk saling memisahkan diri dan saling menghindar diantara
pihak-pihak yang bertikai dalam rangka mengurangi ketegangan dan menghilangkan
konflik.
g.
Mediasi
Mediasi
adalah penyelesaian suatu konflik dengan mengundang pihak ketiga sebagai pihak
netral, yang berfungsi sebagai penasihat. Misalnya, pembebasan sandera Fery
Santoro dari GAM yang dimediatori oleh PMI.
h.
Coercion
Coercion adalah
penyelesaian suatu konflik melalui proses yang dipaksakan.
i.
Toleransi
Toleransi
adalah sikap saling menghargai dan menghormati pendirian masing-masing pihak.
j.
Konversi
Konversi
adalah salah satu pihak bersedia mengalah atau mau menerima pendirian pihak
lain.
k.
Kompromi
Kompromi
adalah kedua belah pihak yang bertikai saling mengalah. Mereka saling memberi
dan menerima kebijakan tertentu atas dasar suka sama suka.
Cara-cara yang lain guna mengatasi
konflik, diantaranya:
a.
Elimination
Elimination adalah
salah satu pihak yang bertikay mengundurkan diri dari dalam konflik dengan cara
mengungkapkan perasaan hatinya, antara lain kami mengalah, kami keluar, dan
kami menyerah.
b.
Subjugation
atau
domination
Subjugation
atau domination adalah pihak-pihak
yang mempunyai kekuatan terbesar menguasai atau memaksa pihak lain untuk
menaatinya.
c.
Majority
rule
Majority rule adalah
suara terbanyak yang ditentukan melalui votinguntuk mengambil keputusan tanpa
mempertimbangkan alasannya.
d.
Minority
consent
Minority consent adalah
kemenangan kelompok mayoritas yang diterima dengan senang hati oleh kelompok
minoritas. Kelompok ini tidak merasa dikalahkan dan sepakat untuk melakukan
kerja sama dengan kelompok mayoritas.
e.
Kompromi
Kompromi
adalah kelompok-kelompok yang bertikai mengambil jalan tengah untuk
penyelesaiannya.
f.
Integrasi
Integrasi
adalah menelaah, mendiskusikan, dan mempetimbangkan kembali pendapat-pendapat
sampai diperoleh suatu keputusan yang memaksa bagi semua pihak.
2.6
Proses
Disosiatif, Konflik, dan Kekerasan
1.
Proses Disosiatif
Proses disosiatif
sering dinamakan proses oposisi (oppositional
process). Setiap masyaraka mempunyai berbagai macam perbedaan dalam
menkankan bentuk kerja sama ataupun bentuk oposisi, yaitu bergantung dari
unsur-unsur kebudayaannya. Misalnya, masyarakat Amerika Serikat lebih
menekankan pada bentuk kompetitif. Sebaliknya, masyarakat Indonesia lebih
mengembangkan kerja sama (cooperative) dalam
berbagai proses sosial.
Menurut Soerjono
Soekanto proses-proses disosiatif dibedakan dalam 3 bentuk, yaitu:
a.
Persaingan
Persaingan adalah
proses perjuangan orang perseorangan atau kelompok sosial tertentu untuk
memperoleh kemenangan secara kompetitif, tanpa menimbulkan ancaman atau
benturan fisik dipihak lawannya. Persaingan mempunyai 2 tipe, yaitu:
1)
Persaingan pribadi, yaitu persaingan
yang bersifat pribadi. Misalnya, persaingan dalam memperoleh kedudukan dalam
masyarakat.
2)
Persaingan kelompok, yaitu persaingan
yang terjadi antara 2 kelompok sosial dalam masyarakat. Misalnya, 2 kelompok
dagang yang memperebutka konsumen.
2 tipe tersebut
menghasilkan beberapa bentuk persaingan, antara lain:
a)
Persaingan dibidang ekonomi,
b)
Persaingan dalam bidang kebudayaan,
c)
Persaingan kedudukan dan peranan, dan
d)
Persaingan ras.
Oleh karena itu,
persaingan mempunyai fungsi yang dinamis.
1)
Menyalurkan daya kratifitas.
2)
Menyalurkan daya juang yang bersifat
kompetitif.
3)
Memberikan rangsangan (stimulus) dinamis
untuk berprestasi secara optimal.
4)
Untuk menyeleksi penempatan status dan
role (kedudukan) seseorang dalam hierarki struktur sosial masyarakat.
5)
Untuk menghasilkan spesialisasi keahlian
yang menghasilkan sistem pembagian kerja yang efektif.
Persaingan mempunyai
ruang lingkup sebagai berikut.
1)
Bidang sosial ekonomi, seperti produksi,
distribusi, dan konsumsi barang atau jasa.
2)
Bidang sosial budaya, seperti bidang
kesenian dan olah raga.
3)
Bidang sosial politik, seperti LSM,
organisasi masyarakat, organisasi politik, dan orgnisasi pemerintahan.
4)
Bidang keagamaan, seperti sempalan
(sekte) yang berlainan paham agamanya.
Hasil akhir dari adanya
persaingan adalah sebagai berikut ini.
1)
Terjadinya perubahan sikap dan
kepribadian yang semakin dewasa.
2)
Munculnya daya juang yang progresif dan
dinamis.
3)
Timbulnya rasa percaya diri yang kuat.
4)
Semakin kuatnya rasa solidaritas dan
kebanggaan terhadap kelompoknya.
b.
Kontravensi (contravention)
Kontravensi
adalah suatu bentuk proses sosial yang berada diantara persaingan dengan
konflik. Kontravensi ditandai dengan adanya ketidakpastian mengenai seseorang,
perasaan tidak suka yang disembunyikan, serta munculnya kebencian dan keraguan.
Sikap-sikap tersebut tidak sampai menjadi konflik.
Bentuk-bentuk
kontravensi.
1)
Kontravensi umum, meliputi
perbuatan-perbuatan seperti penolakan, keengganan, perlawanan, perbuatan
menghalang-halangi, protes, gangguan-gangguan, kekerasan, dan pengacauan
rencana pihak lain.
2)
Kontravensi sederhana, seperti
menyangkal pernyataan orang lain ditempat umum, memaki-maki orang lain lewat
selebaran, mencerca, memfitnah, dan melempar beban pembuktian kepada pihak
lain.
3)
Kontravensi intensif, seperti
penghasutan, penyebaran desas-desus, dan mengecewakan pihak lain.
4)
Kontravensi rahasia, seperti
pengkhianatan dan mengumumkan rahasia pihak lain.
5)
Kontravensi taktis, seperti mengejutkan
lawan, mengganggu, atau membingungkan pihak lain.
Beberapa
tipe kontravensi.
1)
Kontravensi generasi masyarakat.
2)
Kontravensi jenis kelamin (seksual).
3)
Kontravensi parlementer.
Tipe-tipe
khusus kontravensi
1)
Kontravensi antara komunitas yang
berlainan.
2)
Kontravensi antara golongan-golongan
dalam komunitas.
c.
Pertentangan
Pertentangan
akan muncul karena adanya perbedaan paham dan kepentingan yang sangat mendasar
sehingga menimbulkan kesenjangan berinteraksi sosial diantara orang-orang yang
bertikai. Upaya menghilangkan kesenjangan dilakukan dengan cara-cara yang tidak
wajar, inkonstitusional sehingga mengarah pada benturan fisik dan kepentingan
yang saling menjatuhkan. Konflik ini bisa berawal dari adanya persaingan yang
tidak harmonis sehingga menimbulkan munculnya kontravensi. Apabila kontravensi
ini tidak terselesaikan dengan baik maka akan memunculkan adanya pertentangan.
2.
Konflik dan kekerasan
Konflik
adalah suatu proses yang terjadi jika individu atau kelompok berusaha mencapai
tujuan dengan menentang pihak lawan, yang disertai ancaman. Adapun kekerasan
adalah keadaan yang membuat salah satu pihak merintangi atau menjadi penghalang
bagi individu atau kelompok dalam melakukan kegiatan tertentu. Jadi dapat
disimpulkan bahwa kekerasan lebih merupakan alat dari konflik untuk mencapai
tujuan sehingga kekerasan merupakan proses akhir dari konflik.
Misalnya,
konflik Amerika Serikat dengan Irak. Irak dibawah pimpinan Saddam Hussein
merasa mempunyai hak untuk menentukan kebijakan politiknya tanpa campur tangan
pihak lain.
Ada
beberapa faktor yang menyebabkan kekerasan sering terjadi dalam masyarakat.
a.
Adanya prasangka buruk kepada pihak
lain.
b.
Individu kurang dapat mengendalikan
emosi.
c.
Adanya masalah tertentu yang dapat
melahirkan suatu permusuhan.
d.
Persaingan yang sangat tajam sehingga
kontrol sosial kurang berfungsi.
e.
Dorongan kemauan untuk memperoleh
prestasi.
Menurut
N. J. Smelser, ada 5 tahapan dalam sebuah kekerasan. Kelima tahapan tesebut
berlangsung secara berurutan dan tidak dapat terjadi pada 1 atau 2 tahapan
saja. Kelima tahapan tersebut adalah sebagai berikut ini.
a.
Situasi sosial yang memungkinkan
timbulnya kerusuhan yang disebabkan oleh struktur sosial tertentu, seperti
tidak adanya sistem tanggung jawab yang jelas dalam masyarakat, tidak adanya
saluran komunikasi untuk mengungkapkan ketidakpuasan.
b.
Tekanan sosial, yaitu suatu kondisi
dimana sejumlah besar anggota masyarakat merasa banwa banyak nilai dan norma
yang sudah dilanggar. Namun, tekanan sosial seperti ini tidak cukup untuk
menimbulkan kerususuhan. Hal ini hanya dapat mendorong kemungkinan terjadnya
kekerasan.
c.
Berkembangnya perasaan kebencian yang
meluas tergantung pada suatu sasaran tertentu, misalnya terhadap pemerintah
kelompok rasa tau kelompok agama tertentu. Sasaran kebencian ini berkaitan
dengan faktor pencetus, yaitu peristiwa tertentu yang mengawali atau memicu
sesuatu kerusuhan, seperti sindiran dan kata-kata kasar.
d.
Tahap berikutnya adalah mobilisasi untuk
bereaksi, yaitu tindakan nyata dan mengorganisasikan diri untuk bertindak.
Tahap ini merupakan tahap akhir dari akumulasi yang memungkinkan pecahnya
kekerasan. Sasaran aksi ini dapat ditujukan pada objek yang langsung memicu kekerasan
atau pada objek lain yang tidak ada hubungannya dengan pihak lawan, seperti
pemerintah dan polisi.
e.
Kontrol sosial, yaitu tindakan pihak
ketiga seperti aparat keamanan untuk mengendalikan, menghambat, dan mengakhiri
kekerasan atau kerusuhan.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
3.1.1
Kata konflik berasal dari bahasa latin configure, yang berarti saling memukul.
3.1.2
Sebab-sebab Terjadinya Konflik
v Perbedaan
kebudayaan
v Perbedaan
antarindividu
v Perubahan
sosial
v Perbedaan
kepentingan antarindividu
3.1.3
Bentuk-bentuk Konflik
Soerjono Soekanto menyatakan bahwa
beberapa bentuk konflik yang sedang terjadi dalam masyarakat, antara lain:
v Konflik
pribadi
v Konflik
kelas sosial
v Konflik
rasial
v Konflik
politik
v Konflik
internasional
Selain kelima macam bentuk konflik
tersebut, juga terdapat empat macam sifat-sifat konflik:
Ø Konflik
yang bersifat individual (antarindividu),
Ø Konflik
yang bersifat antarindividu, dan
Ø Konflik
yang bersifat antarkelompok.
3.1.4
Akibat-akibat dari Konflik
Beberapa akibat dari adanya onflik,
menurut Soerjono Soekanto.
v Bertambah
kuatnya rasa solidaritas antara sesama anggota kelompok yang bertikai.
v Hancurnya/
retaknya kesatuan kelompok.
v Adanya
perubahan kepribadian seorang individu.
v Hancurnya
harta benda dan jatuh korban manusia
3.1.5
Cara-cara Pemecahan Konflik
Upaya-upaya yang dilakukan manusia
untuk meredakan atau mengurangi konflik dan mencapai suatu bentuk kestabilan
dinamakan akomodasi. Selanjutnya, pihak-pihak yang bertikai akan mengurangi
tuntutannya dengan cara melakukan kerja sama.
v Berbagai
bentuk akomodasi antara lain:
Ø Gencatan
senjata
Ø Arbitrase
Ø Konsilisasi
Ø Stalemate
Ø Adjudikasi
Ø Segregasi
Ø Mediasi
Ø Coercion
Ø Toleransi
Ø Konversi
Ø Kompromi
3.1.6
Hubungan Proses Disosiatif, Konflik, dan
Kekerasan
v Proses
Disosiatif
Menurut Soerjono Soekanto
proses-proses disosiatif dibedakan dalam 3 bentuk, yaitu:
Ø Persaingan
Persaingan
mempunyai 2 tipe, yaitu:
ü Persaingan
pribadi
ü Persaingan
kelompok
Ø
Kontravensi (contravention)
Bentuk-bentuk
kontravensi.
ü Kontravensi
umum
ü Kontravensi
sederhana
ü Kontravensi
intensif
ü Kontravensi
rahasia
ü Kontravensi
taktis
Beberapa
tipe kontravensi.
ü Kontravensi
generasi masyarakat.
ü Kontravensi
jenis kelamin (seksual).
ü Kontravensi
parlementer.
Tipe-tipe
khusus kontravensi
ü Kontravensi
antara komunitas yang berlainan.
ü Kontravensi
antara golongan-golongan dalam komunitas.
Ø Pertentangan
Pertentangan
akan muncul karena adanya perbedaan paham dan kepentingan yang sangat mendasar
sehingga menimbulkan kesenjangan berinteraksi sosial diantara orang-orang yang
bertikai.
v Konflik
dan kekerasan
Ada beberapa faktor yang menyebabkan
kekerasan sering terjadi dalam masyarakat.
Ø Adanya
prasangka buruk kepada pihak lain.
Ø Individu
kurang dapat mengendalikan emosi.
Ø Adanya
masalah tertentu yang dapat melahirkan suatu permusuhan.
Ø Persaingan
yang sangat tajam sehingga kontrol sosial kurang berfungsi.
Ø Dorongan
kemauan untuk memperoleh prestasi.
3.2
Saran
Oleh karena itu, kita sebagai
makhluk sosial harus menghindari dan menjauhi konflik agar kehidupan
bermasyarakat berjalan sesuai jalan-Nya serta menjaminnya kehidupan yang
sejahtera, aman, dan tentram (kawan bukanlah lawan dan say no to social
conflict).
DAFTAR
PUSTAKA
Wuryanti.
Nuning. DKK. 2010. Pelajaran Sosiologi
Untuk SMA/MA Kelas XI. Depok: CV. Arya
Duta